- Minimal 20% kursi di DPR, atau
- Minimal 25% suara sah nasional dalam pemilu legislatif sebelumnya.
Aturan ini sebelumnya diatur dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Tujuannya adalah untuk memastikan calon Presiden dan Wakil Presiden memiliki dukungan signifikan dari parlemen, menciptakan stabilitas politik, dan memperkuat sistem presidensial.
Baca Juga: Sampah Terus Menggunung, Pemkot Bandung Beri Teguran Keras Kepada Pengelola Pasar Caringin
Namun, ketentuan ini juga mendapat banyak kritik. Presidential threshold dinilai:
1. Membatasi partisipasi politik partai kecil.
2. Mengurangi pilihan masyarakat karena hanya partai besar yang dapat mencalonkan pasangan.
3. Memperkuat dominasi partai besar, yang dapat menghambat dinamika demokrasi.
Dengan dihapusnya aturan ini, Indonesia memasuki babak baru dalam sistem demokrasi.
Keputusan MK memberikan kesempatan lebih luas bagi partai-partai kecil dan independen untuk berpartisipasi, sekaligus memperluas pilihan bagi rakyat dalam memilih pemimpin mereka.
Baca Juga: Detail Kamera Realme 14 Pro Plus: Gunakan Sensor Sony IMX882, Fitur Auto Focus, Lensa Setara 24mm
Meskipun demikian, keputusan ini juga menuntut kesiapan sistem politik Indonesia dalam menghadapi potensi meningkatnya jumlah kandidat yang berlaga dalam pemilu mendatang.
Apakah langkah ini akan memperkuat demokrasi atau menimbulkan tantangan baru, waktu yang akan menjawab.***
Artikel Terkait
Tenaga Dalam Jokowi Loloskan Suara 4 Persen PSI ke Senayan Demi Si Bungsu Usai Ngacak-Ngacak MK
Kemenangan Prabowo-Gibran Akan Dibatal MK? Taktik Jitu Prabowo-Gibran Taklukkan Lawan Politiknya
Kubu AMIN Apresiasi 3 Hakim Konstitusi yang Sampaikan Dissenting Opinion, Ini Profil Ketiganya
Mahkamah Agung Ubah Syarat Batas Usia Kepala Daerah, Kaesang Maju Pilkada 2024?
Menteri Hukum Akan Lapor Ke Prabowo Terkait Putusan Mk, UU Cipta Kerja
Babak Baru Kasus Pembunuhan Vina Cirebon, Mahkamah Agung Tolak Putusan PK 7 Terpidana