Dari Budaya Sunda, Dedi Mulyadi Ajak Masyarakat Rawat Toleransi dan Etika

- Rabu, 22 Oktober 2025 | 19:17 WIB
Dedi Mulyadi Sebut Adab Sunda Jadi Kunci Harmoni dan Perdamaian Bangsa. (Foto/Humas Jawa Barat.)
Dedi Mulyadi Sebut Adab Sunda Jadi Kunci Harmoni dan Perdamaian Bangsa. (Foto/Humas Jawa Barat.)

SEWAKTU.com Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menegaskan bahwa nilai-nilai adab dalam budaya Sunda memiliki peran fundamental dalam membangun peradaban bangsa yang berkeadaban dan harmonis.

Pesan tersebut disampaikan Dedi saat menjadi pembicara kunci dalam acara Dialog Peradaban untuk Toleransi dan Perdamaian di Makara Art Center, Universitas Indonesia, Depok, Selasa (21/10/2025).

Acara tersebut digelar untuk memperingati 15 tahun penerbitan buku “Dialog Peradaban untuk Toleransi dan Perdamaian” karya dua tokoh besar dunia, KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan Daisaku Ikeda, Presiden Soka Gakkai Internasional.

Baca Juga: Hari Santri 2025, Bupati Bogor Ajak Santri Kuasai Ilmu, Akhlak, dan Teknologi

Dalam paparannya, Dedi menyoroti pentingnya pelestarian empat nilai utama dalam budaya Sunda, yakni adab kepada Tuhan, alam, orang tua, dan sesama manusia.

Keempat nilai tersebut, menurutnya, telah menjadi fondasi kuat yang membentuk harmoni sosial di tengah masyarakat Sunda sejak dahulu.

“Budaya Sunda sejak lama mengajarkan keseimbangan dan rasa hormat terhadap semua aspek kehidupan. Inilah yang menjadi kunci terciptanya kerukunan di tengah keberagaman,” ujar Dedi.

Pria yang akrab disapa KDM itu juga mencontohkan bagaimana masyarakat Sunda memiliki cara khas dalam menghargai keberagaman budaya.

Ia mengenang masa kecilnya ketika masyarakat di kampungnya mengaitkan turunnya hujan pada awal tahun sebagai bagian dari perayaan Imlek.

Baca Juga: Pemprov Jabar Fokus Bangun Desa Penghasil Pajak di Kawasan Industri, Dedi Mulyadi: Desanya Harus Bersih dan Berkembang

“Saat saya kecil, setiap bulan Januari selalu turun hujan ngebul. Orang-orang menyebutnya, ‘ieu keur tahun baru China, ceunah’. Artinya, simbol-simbol kebudayaan itu sudah menjadi bagian dari kehidupan bersama, bukan sumber perpecahan,” tuturnya.

Dedi menilai, konflik sosial yang kerap terjadi di Indonesia bukan disebabkan oleh perbedaan agama atau budaya, melainkan karena kepentingan politik yang memanfaatkan simbol-simbol keagamaan dan identitas kelompok.

“Dalam sejarah bangsa Indonesia, seluruh daerah sudah memahami pluralisme sejak awal. Yang merusak justru ekspansi kekuasaan dan dominasi ekonomi yang menunggangi perbedaan itu,” ucapnya.

Ia pun menyerukan agar masyarakat Indonesia kembali menjadikan nilai-nilai adab dan etika lokal sebagai pedoman dalam bertindak dan berpolitik.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Muhammad Fajri Ramadhan

Tags

Artikel Terkait

Terkini

KPK Gelar OTT di Banten, 9 Orang Langsung Diamankan

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:42 WIB
X