Perjalanan Hidup Ki Anom Suroto, Maestro Wayang Kulit dari Klaten yang Abadi

- Kamis, 23 Oktober 2025 | 11:19 WIB
Potret Ki Anom Suroto dalam salah satu pementasan wayang kulit simbol dedikasi abadi pada budaya Jawa. Foto: Istimewa,
Potret Ki Anom Suroto dalam salah satu pementasan wayang kulit simbol dedikasi abadi pada budaya Jawa. Foto: Istimewa,

Baca Juga: Ki Anom Suroto Tutup Usia, Maestro Wayang Kulit Indonesia Berpulang

Langkah Panjang Sang Maestro

Tidak puas hanya menguasai teknik pedalangan, Ki Anom menimba ilmu di berbagai lembaga budaya ternama:

  • Himpunan Budaya Surakarta (HBS), Pasinaon Dalang Mangkunegaran (PDMN), dan Habiranda Yogyakarta.
  • Tahun 1968, ia tampil di Radio Republik Indonesia (RRI)—penampilan yang mengubah segalanya. Suaranya yang khas dan gaya tutur yang halus membuatnya menonjol di antara para dalang muda lainnya.
  • Hingga akhirnya pada 1978, Keraton Surakarta memberikan gelar kehormatan Mas Ngabehi Lebdocarito sebagai bentuk penghargaan atas kiprahnya melestarikan budaya Jawa. Sejak saat itu, nama Ki Anom melejit sebagai ikon wayang kulit tanah air.

Karya yang Melintasi Benua

Bukan hanya di panggung-panggung dalam negeri, Ki Anom juga menjadi duta budaya Indonesia ke berbagai negara.

Ia tampil di Amerika Serikat, Jepang, Spanyol, Jerman Barat, Australia, hingga Rusia.

Lewat pertunjukan-pertunjukan itu, dunia mengenal nilai luhur wayang sebagai seni tutur penuh filosofi.

Tak berhenti di situ, berkat rekomendasi Dr. Soedjarwo, Ketua Umum Sena Wangi, Ki Anom juga menjelajahi India, Nepal, Thailand, Mesir, hingga Yunani untuk memperdalam pemahaman tentang karakter dewa-dewa dalam pewayangan.

Langkahnya melintasi benua menjadi bukti bahwa budaya Jawa bisa berbicara di panggung dunia.

Baca Juga: Jejak Emas Ki Anom Suroto, Sang Penjaga Api Budaya Jawa

Penghargaan dan Pengakuan

  • Perjalanan panjangnya berbuah banyak penghargaan bergengsi:
  • Satya Lencana Kebudayaan RI (1995) dari Presiden Soeharto
  • Dalang Kesayangan di Pekan Wayang Indonesia VI (1993)
  • Anugerah Lebdocarito (1997) dari Keraton Surakarta

Namun bagi Ki Anom, penghargaan tertinggi bukanlah medali atau gelar. Ia sering berkata,

Sosok di Balik Layar: Dalang, Guru, dan Aktivis Budaya

Di luar panggung, Ki Anom dikenal rendah hati. Ia sering memberikan pelatihan kepada dalang muda dan aktif dalam kegiatan sosial.

Baginya, wayang bukan hanya seni pertunjukan, tetapi sarana pendidikan moral dan spiritual.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Mahmud Amsori

Tags

Artikel Terkait

Terkini

KPK Gelar OTT di Banten, 9 Orang Langsung Diamankan

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:42 WIB
X