Heri menambahkan bahwa salah satu fondasi mitigasi jangka panjang adalah pemutakhiran data geospasial nasional.
“Mitigasi jangka panjang harus menggabungkan sains atmosfer, rekayasa geospasial, dan tata kelola lingkungan. Tanpa itu, risiko banjir akan terus berulang,” ujarnya.
ITB berharap kolaborasi pemerintah, lembaga riset, dan perguruan tinggi dapat memperkuat ketahanan masyarakat di daerah rawan, terutama Sumatera bagian utara yang secara geografis memiliki risiko tinggi.
Banjir bandang yang terjadi di Sumatera bukan hanya bencana alam biasa, melainkan hasil interaksi kompleks antara atmosfer, lingkungan, dan tata ruang.
Para pakar ITB menegaskan bahwa bencana seperti ini bisa berulang jika pendekatan mitigasi tidak dilakukan secara menyeluruh.***
Artikel Terkait
HGN 2025: Pemkab Bogor Dorong Transformasi Kompetensi Guru di Era Digital dan AI
Pemkot Bekasi Tegaskan Wisata Air Kalimalang Didanai Skema Kolaboratif, Bukan Mengandalkan APBD
Pastikan Bantuan Tak Salah Sasaran, Pemkot Bogor Perketat Verifikasi DTSEN
Akses Terputus, Warga Bogor Selatan Minta Pemkot Segera Bangun Jalan Pengganti
Viral Kasus Tumbler Hilang di KRL, Begini Penjelasan Resmi dari KAI
Benarkah Gaji Pensiunan Naik 2025? Taspen Angkat Suara Begini