“Jika mengacu pada asas in dubio pro reo, seharusnya keraguan tersebut ditafsirkan untuk membebaskan terdakwa,” jelas Ari.
Prinsip hukum tersebut menyatakan bahwa apabila dalam pembuktian suatu perkara terdapat keraguan yang mendasar, maka keraguan itu harus berpihak kepada terdakwa.
Lebih lanjut, Ari juga mengkritisi metode perhitungan kerugian negara dalam perkara ini.
Menurutnya, seharusnya kerugian dihitung oleh auditor resmi seperti BPKP.
Ia menyebut bahwa hakim justru mengambil alih perhitungan tersebut berdasarkan potential loss, yakni kerugian yang hanya bersifat perkiraan dari potensi keuntungan yang seharusnya diperoleh oleh badan usaha milik negara, dalam hal ini PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PT PPI).
“Kami menilai audit kerugian yang digunakan tidak objektif, karena didasarkan pada estimasi profit, bukan kerugian nyata,” tandasnya.***