Tahun 1972 menjadi momen keberuntungan. Krisis minyak global membuat harga minyak melambung, dan bisnis yang berkaitan dengan sektor ini ikut terdongkrak. Aliran keuntungan meningkat tajam, memberi ruang bagi Sukanto untuk berpikir lebih besar.
Di titik ini, ia mulai tertarik pada sektor lain terutama industri kayu, yang saat itu sedang berkembang pesat.
Baca Juga: Menguak Pemilik Asli TPL 2025 di Tengah Isu Banjir Sumatra
Berani Melompat: Bangun Pabrik Plywood Pertama Milik Swasta di Indonesia
Era 1970-an adalah masa ketika Indonesia menjadi salah satu pengekspor kayu log terbesar.
Ironisnya, kayu-kayu tersebut harus diolah di Jepang dan Taiwan menjadi plywood, lalu diimpor kembali ke Indonesia dengan harga lebih tinggi.
Pada masa Orde Baru, membangun pabrik besar membutuhkan izin dan dukungan politik. Setelah melalui berbagai langkah, ia bekerja sama dengan seorang jenderal yang memberikan restu pendirian pabrik plywood pertama di Indonesia yang dimiliki pihak swasta.
Tahun 1973, ia mendirikan Raja Garuda Mas (RGM), yang belakangan berubah nama menjadi Royal Golden Eagle (RGE). Langkah ini menjadi pondasi awal gurita bisnis yang kini mendunia.
Ekspansi Tak Terbendung: Sawit, Energi, Pulp dan Kertas
Setelah sukses di industri kayu, Sukanto tidak berhenti. Ia mengembangkan bisnis ke banyak sektor strategis.
1. Industri Pulp dan Kertas - APRIL Group
Perusahaan ini beroperasi di bawah naungan Asia Pacific Resources International Holdings Ltd (APRIL). APRIL menjadi salah satu produsen pulp dan kertas terbesar di Asia.
2. Kelapa Sawit - Asian Agri & Apical
Dua nama besar ini menjadi bagian penting dalam rantai produksi minyak sawit nasional dan internasional. Asian Agri dikenal sebagai produsen CPO, sementara Apical fokus pada pengolahan hilir dan ekspor.
3. Energi - Pacific Oil & Gas