Alarm Ekonomi atau Sekadar Tren?
Fenomena Rohana dan Rojali bisa dibaca dari dua sisi:
- Alarm Ekonomi – melemahnya daya beli, inflasi tinggi, dan konsumsi masyarakat menurun. Jika tren ini berlanjut, target pertumbuhan ekonomi 2026 bisa sulit tercapai.
- Perubahan Gaya Hidup – belanja bukan lagi soal kebutuhan barang, tapi pengalaman sosial. Mall menjadi ruang rekreasi visual, tempat nongkrong, dan wadah konten media sosial.
Fenomena Serupa di Dunia
Indonesia ternyata tidak sendirian. Di Jepang, istilah burabura shopping mengacu pada orang yang hanya jalan-jalan di mall tanpa niat membeli. Di Amerika, survei menunjukkan lebih dari 40% pengunjung mall hanya “killing time” tanpa belanja.
Baca Juga: Pernah Diterpa Isu Pinjol, Komedian Bedu Kini Ajukan Cerai Setelah 15 Tahun Bangun Rumah Tangga
Artinya, fenomena Rohana & Rojali bisa dilihat sebagai bagian dari tren global di era digital, ketika hiburan visual mengalahkan belanja nyata.
Rohana dan Rojali bukan sekadar candaan media sosial. Ia adalah potret keseharian masyarakat yang beradaptasi dengan tekanan ekonomi dan perubahan gaya hidup.
Bagi pemerintah, ini jadi peringatan untuk menjaga daya beli. Bagi pengusaha, tren ini menuntut kreativitas agar pengunjung tidak sekadar melihat-lihat, tapi juga mau membeli.
Pada akhirnya, fenomena ini mengajarkan bahwa ekonomi bukan hanya soal angka, melainkan juga cerita manusia di balik setiap transaksi yang batal terjadi.***
Artikel Terkait
Air Mata di Balik Sidang Cerai Tasya Farasya, Nafkah Anak Rp100 Jadi Simbol Kekuatan
Bangun Dinasti Politik di Banten, Ini Sepak Terjang Kasus Korupsi Keluarga Ratu Atut Chosiyah
Siapa Paling Kaya? Ini Daftar Harta Kekayaan Cucu dan Cicit Bung Karno yang Jadi Anggota DPR
Pernah Diterpa Isu Pinjol, Komedian Bedu Kini Ajukan Cerai Setelah 15 Tahun Bangun Rumah Tangga
Jengkel dengan Jaksa Saat Persidangan, Nikita Mirzani Cengengesan dan Joget Velocity di Ruang Sidang
Siapa Anak Soeharto Terkaya? Adu Harta Keluarga Cendana, Titiek Bukan yang Teratas
Fenomena Rohana dan Rojali, Kenapa Orang Indonesia Hanya 'Window Shopping'?