Kepedihan adalah langit
Gelap dan basah air mata
Kesedihan adalah laut
Tempat segala ombak dan harapan pasang surut
Di saat doa-doa diterbangkan
Mimpi-mimpi dilayarkan
Kami hidup perhimptan
Di antara puisi dan slogan-slogan
Kesedihan adalah bumi
Menimbun dendam dan kecemasan
Hingga musim menumbuhkannya kembali
Enjadi nyala api
Kesedihan adalah kami
Diungsikan puisi
Diasingkan bahasa dan kata-kata
Hingga kami hanya kuasa
Menuliskan sisa usia
Pada nasib waktu
Saling melempar dadu
Eka Budianta
TERINGAT PADA DAUN
Bagaimana aku bisa lupa padamu, daun
Setelah kauajar selama bertahun-tahun
Menghadapi berbagai musim dan kekecewaan
Di laut, sekarang aku jadi biduk
Tak berdaya, kosong dan sakit-sakitan
Jauh dari hutan, jauh dari kalian
Tapi lupakah aku padamu begitu saja?
Nasib membuatku jadi sepotong gabus
Kapal tanpa kompas, perahu tanpa layar
Tapi jangan bilang aku lupakan kalian
Hutang rindu, hutang kasih saying
Tak tertebus dengan sejuta bait gurindam
Hidup bukan sekedar iuran perkataan
Sejak dulu telah kauajar aku membuktikan
Sekarang, di tengah lautan kata-kata
Aku memanggilimu, daun-daun
Yang telah menghijaukan perasaan
Dengan usapan dan tamparan di masa kecil
Ombak kini menggantikanmu
Dengan ayunan dan hempasan
Mendekatkan aku ke akhir perjalanan
Baca Juga: Aliansi Mahasiswa se-Kota Depok Laporkan Dugaan Praktik Money Politik ke Bawaslu Kota Depok
3. PUISI BABAK FINAL
Taufiq Ismail
BERI DAKU SUMBA
Di Uzbekistan, ada padang terbuka dan berdebu
Aneh, aku jadi ingat pada Umbu
Rinduku pada Sumba adalah rindu padang-padang terbuka
Di mana matahari membusur api di atas sana
Rinduku pada Sumba adalah rindu peternak perjaka
Bilamana peluh dan tenaga tanpa dihitung harga
Tanah rumput, topi rumput dan jerami bekas rumput
Kleneng genta, ringkik kuda dan teriakan gembala
Berdirilah di pesisir, matahari ‘kan terbit dari laut
Dan angin zat asam panas dikipas dari sana
Beri daku sepotong daging bakar, lenguh kerbau dan sapi malam hari
Beri daku sepucuk gitar, bossa nova dan tiga ekor kuda
Beri daku cuaca tropika, kering tanpa hujan ratusan hari
Beri daku ranah tanpa pagar, luas tak terkata, namanya Sumba
Rinduku pada Sumba adalah rindu seribu ekor kuda
Yang turun menggemuruh di kaki bukit-bukit yang jauh
Sementara langit bagai kain tenunan tangan, gelap coklat tua
Dan bola api, merah padam, membenam di ufuk teduh