SEWAKTU.com – Ramai di mall, tapi kantong pedagang tetap tipis. Fenomena Rohana (rombongan hanya nanya-nanya) dan Rojali (rombongan jarang beli) kini jadi istilah populer untuk menggambarkan kondisi masyarakat Indonesia yang semakin sering 'window shopping' ketimbang benar-benar berbelanja.
Fenomena ini muncul di tengah ironi seperti pusat perbelanjaan penuh pengunjung, food court tak pernah sepi, namun toko-toko fashion, elektronik, hingga kosmetik merasakan penjualan stagnan.
Rohana & Rojali: Antara Gaya Hidup dan Keterpaksaan
Bagi sebagian orang, berkunjung ke mall sudah berubah fungsi. Tak lagi sekadar untuk belanja kebutuhan, tapi jadi sarana hiburan murah. Melihat etalase barang branded, mencoba gadget terbaru, atau bahkan sekadar foto di depan toko sudah dianggap cukup.
Baca Juga: Fenomena Rohana dan Rojali, Kenapa Orang Indonesia Hanya 'Window Shopping'?
Namun, di balik itu ada cerita keterpaksaan. Harga kebutuhan pokok yang meroket memaksa masyarakat menunda pengeluaran sekunder. Baju baru, sepatu branded, hingga aksesoris mewah tak lagi jadi prioritas.
Data Ekonomi yang Menguatkan
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi tahunan masih dalam kisaran 3–4%, tetapi kenaikan harga pangan seperti beras, gula, dan minyak goreng terus menekan rumah tangga.
Sementara laporan Bank Indonesia menunjukkan bahwa pertumbuhan belanja non-esensial melambat signifikan. Fenomena ini menjelaskan kenapa toko ramai pengunjung tapi kasir tetap sepi transaksi.
Suara dari Pengunjung dan Pedagang
"Kadang cuma lihat-lihat barang baru, foto-foto, terus makan. Beli barang? Tunggu diskon besar,” ungkap Rani mahasiswi di Jakarta.
Sementara itu, seorang pedagang aksesoris di Bandung mengeluhkan kebiasaan ini.
“Sekarang orang banyak nanya harga, coba-coba, tapi jarang jadi beli. Kita sering senyum kecut,” ujarnya.
Baca Juga: Jengkel dengan Jaksa Saat Persidangan, Nikita Mirzani Cengengesan dan Joget Velocity di Ruang Sidang