Selain itu, kebijakan ini dinilai membuka peluang bagi praktik penimbunan dan pasar gelap.
Dengan akses yang lebih sulit, tidak menutup kemungkinan munculnya oknum yang memanfaatkan situasi ini untuk menjual gas melon dengan harga lebih tinggi.
"Masyarakat kecil yang seharusnya mendapatkan gas dengan harga subsidi justru dipaksa membeli dengan harga lebih mahal di pasar gelap," lanjut Dadang.
Usulan Evaluasi Kebijakan
Dadang mendesak pemerintah agar segera mengevaluasi kebijakan ini dan mencari solusi yang lebih efektif untuk memastikan distribusi gas subsidi tetap lancar.
Beberapa langkah yang ia usulkan antara lain:
- Mengembalikan peran warung sebagai titik distribusi gas elpiji 3 Kg
- Menambah jumlah pangkalan resmi untuk memperluas jangkauan distribusi
- Memperkuat pengawasan guna mencegah praktik penimbunan dan pasar gelap
- Melibatkan masyarakat dalam perumusan kebijakan agar lebih sesuai dengan kondisi di lapangan
- Memastikan infrastruktur distribusi yang memadai agar pasokan tetap stabil
"Kebijakan yang baik adalah kebijakan yang memudahkan rakyat, bukan menyulitkan mereka. Jika pemerintah tidak segera mengambil langkah perbaikan, aturan ini hanya akan memperpanjang penderitaan masyarakat dan mengikis kepercayaan publik," pungkasnya.
Pemerintah diharapkan segera menanggapi keluhan masyarakat agar distribusi gas elpiji 3 Kg tetap berjalan lancar tanpa merugikan pihak-pihak yang membutuhkan. (ADV)
Artikel Terkait
Pj Bupati Bogor Tinjau Pelayanan Kesehatan Gratis di Bojonggede, Pastikan Anak dan Balita Bebas Stunting
Ketua DPRD Kabupaten Bogor Ungkap Penyebab Tertundanya Pembangunan Jalur Tambang Parung Panjang
Mulai Berjalan Februari 2025, Ketua DPRD Bogor Apresiasi Program Pemeriksaan Kesehatan Gratis
Ajak Warga Bogor, FutureGen for Change Jadi Terobosan Baru untuk Pembangunan Kota Berkelanjutan
Belum Ada Sinyal Positif Dari Pemerintah Pusat, Pemkot Bogor Berharap Biskita Bisa Beroperasi Lagi
Raih Peringkat Kedua SPI Tertinggi di Jawa Barat, Pemkot Bogor Diundang KPK ke Jakarta