SEWAKTU.com - Kasus keracunan makanan yang menimpa ratusan siswa di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) kembali mengemuka dan menjadi sorotan publik. Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang seharusnya meningkatkan kualitas gizi peserta didik justru menimbulkan persoalan serius terkait keamanan konsumsi.
Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X, menilai penyebab utama masalah ini terletak pada manajemen dapur, khususnya terkait waktu memasak dan jumlah porsi yang harus disiapkan. Ia menekankan bahwa kualitas makanan sangat dipengaruhi oleh rentang waktu antara proses memasak hingga saat makanan dikonsumsi siswa. Jika jedanya terlalu panjang, risiko makanan basi dan berbahaya bagi kesehatan semakin besar.
Menurut perhitungannya, untuk menu yang disajikan pukul 8 atau 10 pagi, proses memasak idealnya dimulai sekitar pukul 05.00 dini hari. Namun, kenyataannya dapur penyedia MBG sering kali dipaksa bekerja sejak pukul 02.00 karena lonjakan jumlah porsi yang harus dilayani. Kondisi tersebut membuat sayuran atau lauk berpotensi kehilangan kesegarannya, bahkan memicu keracunan. Sultan menilai, tanpa perencanaan matang, kualitas makanan akan sulit terjaga.
Baca Juga: Sultan HB X Soroti Kasus Keracunan Program MBG: Perlu Perbaikan Manajemen Waktu dan SDM
Selain faktor waktu, ia juga menyoroti keterbatasan tenaga dapur. Lonjakan jumlah penerima MBG seharusnya diimbangi dengan penambahan juru masak agar kualitas hidangan tetap terjamin. Tanpa dukungan sumber daya manusia yang memadai, risiko kesalahan pengolahan maupun penyimpanan makanan menjadi lebih besar.
Sultan menegaskan, keberhasilan program MBG bukan hanya dilihat dari jumlah porsi yang tersalurkan, tetapi juga dari keamanan dan kualitas makanan yang benar-benar sampai di meja siswa. Oleh karena itu, ia meminta agar pemerintah kabupaten dan kota meningkatkan pengawasan di lapangan, mengingat program ini langsung menyentuh anak-anak sekolah yang rentan terdampak.
Program MBG sendiri merupakan kebijakan nasional yang menyasar ratusan ribu pelajar di seluruh Indonesia, termasuk DIY. Tujuannya adalah memastikan anak-anak mendapat asupan gizi yang cukup untuk mendukung tumbuh kembang dan prestasi belajar. Di lapangan, pelaksanaan dilakukan melalui dapur umum maupun jasa katering resmi yang ditunjuk pemerintah daerah.
Baca Juga: Sri Sultan Hamengku Buwono X Pastikan Lereng Merapi Bebas Tambang, Warga Beralih Jadi Petani Kopi
Namun, implementasinya di DIY beberapa kali tercoreng akibat kasus keracunan massal. Terbaru, sebanyak 137 siswa SMP Negeri 3 Berbah, Kabupaten Sleman, mengalami gejala keracunan usai menyantap menu MBG. Kasus serupa juga terjadi di empat SMP di Kapanewon Mlati dengan total 379 siswa terdampak, bahkan 18 di antaranya sempat dirawat inap. Hasil laboratorium menunjukkan adanya cemaran tiga jenis bakteri pada sampel makanan.
Tidak hanya di Sleman, kejadian serupa juga terjadi di Kulon Progo pada akhir Juli lalu. Sebanyak 497 pelajar di dua sekolah dasar dan dua sekolah menengah pertama terpapar keracunan, meski sebagian besar tidak memerlukan perawatan intensif.
Situasi ini menimbulkan tuntutan masyarakat agar evaluasi menyeluruh segera dilakukan. Evaluasi dimaksud mencakup aspek teknis pengolahan makanan, ketersediaan tenaga dapur, hingga pengawasan di lapangan. Sri Sultan menegaskan, tanpa perbaikan manajemen dan penguatan sumber daya manusia, tujuan mulia program MBG untuk meningkatkan kualitas gizi pelajar dikhawatirkan sulit tercapai.