SEWAKTU.com – Di tengah ramainya pusat perbelanjaan dan mall di berbagai kota, muncul fenomena baru yang ramai diperbincangkan ialah Rohana dan Rojali.
Dua istilah ini viral di media sosial karena dianggap mewakili realitas ekonomi masyarakat Indonesia saat ini.
'Rohana' adalah singkatan dari rombongan hanya nanya-nanya, sedangkan 'Rojali' berarti rombongan jarang beli.
Baca Juga: Jengkel dengan Jaksa Saat Persidangan, Nikita Mirzani Cengengesan dan Joget Velocity di Ruang Sidang
Keduanya mengacu pada kebiasaan masyarakat yang datang ke pusat perbelanjaan, melihat-lihat barang, bertanya harga, bahkan mencoba produk, tapi ujung-ujungnya tidak membeli.
Fenomena ini bukan sekadar tren bahasa gaul. Ia menggambarkan situasi daya beli yang sedang tertekan, meskipun mobilitas dan aktivitas belanja tetap terlihat ramai.
Antara Ramainya Mall dan Sepinya Transaksi
Pusat perbelanjaan di kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, hingga Medan tetap dipenuhi pengunjung, terutama saat akhir pekan. Musik, lampu neon, dan dekorasi toko membuat suasana meriah.
Namun, cerita para pedagang dan kasir justru berbeda. Mereka mengaku transaksi menurun drastis dibanding beberapa tahun lalu. Banyak pengunjung hanya sekadar "window shopping", menjadikan mall sebagai tempat hiburan murah meriah tanpa benar-benar berbelanja.
Hal ini mengindikasikan adanya kontradiksi: ekonomi terlihat hidup di permukaan, tapi konsumsi masyarakat yang menjadi tulang punggung pertumbuhan ekonomi—sebenarnya sedang lesu.
Baca Juga: Pernah Diterpa Isu Pinjol, Komedian Bedu Kini Ajukan Cerai Setelah 15 Tahun Bangun Rumah Tangga
Faktor Penyebab Munculnya Rohana & Rojali
Beberapa faktor utama yang melahirkan fenomena ini di antaranya:
- Harga Kebutuhan Pokok Naik
Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat harga beras medium tembus Rp15.950/kg, naik cukup signifikan dibanding tahun lalu. Begitu pula dengan harga gula, minyak goreng, dan daging yang terus merangkak naik. - Inflasi Menekan Kelas Menengah
Kelas menengah yang biasanya jadi motor konsumsi kini lebih berhati-hati. Inflasi yang stabil di angka 3–4% tetap terasa berat ketika diikuti kenaikan cicilan, transportasi, hingga biaya sekolah. - Perubahan Gaya Hidup
Bagi sebagian anak muda, jalan-jalan ke mall bukan sekadar untuk belanja, melainkan hiburan visual. Melihat-lihat barang branded, mencoba menu baru di food court, atau sekadar foto untuk media sosial sudah cukup. - Prioritas Berubah
Banyak keluarga kini memprioritaskan pengeluaran untuk kebutuhan primer: pendidikan, kesehatan, dan cicilan rumah. Belanja fashion atau elektronik cenderung ditunda.
Data Konsumsi yang Kontras