Fenomena Rohana-Rojali, Kenapa Orang Indonesia Hanya 'Window Shopping'?

- Kamis, 25 September 2025 | 19:26 WIB
Fenomena Rohana & Rojali: Mall ramai, tapi transaksi belanja sepi. Foto: Ilustrasi.
Fenomena Rohana & Rojali: Mall ramai, tapi transaksi belanja sepi. Foto: Ilustrasi.

Ekonomi Indonesia masih ditopang konsumsi rumah tangga dengan kontribusi lebih dari 50% terhadap PDB. Namun, tren konsumsi justru memperlihatkan pergeseran.

Laporan Bank Indonesia menyebutkan bahwa pertumbuhan konsumsi non-esensial (seperti pakaian, kosmetik, dan elektronik) mengalami perlambatan signifikan. Sementara konsumsi esensial (beras, minyak, transportasi) tetap tinggi, bahkan menyumbang kenaikan inflasi.

Fenomena Rohana & Rojali pun menjadi gambaran nyata data ini: masyarakat hadir di ruang konsumsi, tapi transaksi hanya sedikit yang terjadi.

Pedagang Mengeluhkan tren Rohana & Rojali

“Orang datang ramai sekali, tapi pas kita tawarkan barang, jawabannya ‘nanti dulu, Mbak’. Akhirnya kosong keranjang belanja mereka,” ujar Lina, pramuniaga sebuah toko fashion di Jakarta Selatan.

Baca Juga: Siapa Paling Kaya? Ini Daftar Harta Kekayaan Cucu dan Cicit Bung Karno yang Jadi Anggota DPR

Sementara itu, Sari, seorang ibu rumah tangga, mengaku tetap mengajak keluarganya jalan-jalan ke mall agar anak-anak tidak bosan.

"Belanja sih jarang, paling makan sama main. Baju bisa ditunda, yang penting anak-anak senang,” jelasnya.

Apakah Jadi Alarm Berbahaya?

Fenomena Rohana & Rojali bisa dibaca sebagai tanda peringatan dini bagi perekonomian. Jika daya beli terus melemah, pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan 5,4% oleh pemerintah bisa terancam.

Namun, ada sisi lain: masyarakat tetap menjaga aktivitas sosial. Mall dan pusat perbelanjaan masih jadi ruang publik penting. Artinya, ada potensi pasar yang bisa dihidupkan kembali jika kebijakan tepat sasaran hadir, misalnya melalui:

  • Subsidi harga pangan,
  • Peningkatan bantuan sosial,
  • Stimulus konsumsi kelas menengah,
  • Penguatan daya beli lewat program UMKM.

Baca Juga: Siapa Anak Soeharto Terkaya? Adu Harta Keluarga Cendana, Titiek Bukan yang Teratas

Fenomena Global yang Serupa

Indonesia bukan satu-satunya negara yang mengalami hal ini. Di beberapa negara lain, istilah berbeda muncul, tapi maknanya sama: masyarakat hadir di pusat perbelanjaan tanpa daya untuk benar-benar membeli.

Di Tiongkok, istilah "window shopping economy" juga sempat muncul saat pandemi menekan konsumsi.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Mahmud Amsori

Tags

Artikel Terkait

Terkini

KPK Gelar OTT di Banten, 9 Orang Langsung Diamankan

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:42 WIB
X