Ekonomi Indonesia masih ditopang konsumsi rumah tangga dengan kontribusi lebih dari 50% terhadap PDB. Namun, tren konsumsi justru memperlihatkan pergeseran.
Laporan Bank Indonesia menyebutkan bahwa pertumbuhan konsumsi non-esensial (seperti pakaian, kosmetik, dan elektronik) mengalami perlambatan signifikan. Sementara konsumsi esensial (beras, minyak, transportasi) tetap tinggi, bahkan menyumbang kenaikan inflasi.
Fenomena Rohana & Rojali pun menjadi gambaran nyata data ini: masyarakat hadir di ruang konsumsi, tapi transaksi hanya sedikit yang terjadi.
Pedagang Mengeluhkan tren Rohana & Rojali
“Orang datang ramai sekali, tapi pas kita tawarkan barang, jawabannya ‘nanti dulu, Mbak’. Akhirnya kosong keranjang belanja mereka,” ujar Lina, pramuniaga sebuah toko fashion di Jakarta Selatan.
Baca Juga: Siapa Paling Kaya? Ini Daftar Harta Kekayaan Cucu dan Cicit Bung Karno yang Jadi Anggota DPR
Sementara itu, Sari, seorang ibu rumah tangga, mengaku tetap mengajak keluarganya jalan-jalan ke mall agar anak-anak tidak bosan.
"Belanja sih jarang, paling makan sama main. Baju bisa ditunda, yang penting anak-anak senang,” jelasnya.
Apakah Jadi Alarm Berbahaya?
Fenomena Rohana & Rojali bisa dibaca sebagai tanda peringatan dini bagi perekonomian. Jika daya beli terus melemah, pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan 5,4% oleh pemerintah bisa terancam.
Namun, ada sisi lain: masyarakat tetap menjaga aktivitas sosial. Mall dan pusat perbelanjaan masih jadi ruang publik penting. Artinya, ada potensi pasar yang bisa dihidupkan kembali jika kebijakan tepat sasaran hadir, misalnya melalui:
- Subsidi harga pangan,
- Peningkatan bantuan sosial,
- Stimulus konsumsi kelas menengah,
- Penguatan daya beli lewat program UMKM.
Baca Juga: Siapa Anak Soeharto Terkaya? Adu Harta Keluarga Cendana, Titiek Bukan yang Teratas
Fenomena Global yang Serupa
Indonesia bukan satu-satunya negara yang mengalami hal ini. Di beberapa negara lain, istilah berbeda muncul, tapi maknanya sama: masyarakat hadir di pusat perbelanjaan tanpa daya untuk benar-benar membeli.
Di Tiongkok, istilah "window shopping economy" juga sempat muncul saat pandemi menekan konsumsi.