- Ada vortex dari arah Semenanjung Malaysia
- Sistem tersebut berkembang menjadi Siklon Tropis Senyar di Selat Malaka
- Terjadi cold surge vortex
- Muncul sistem skala meso yang memproduksi awan hujan sangat besar
Walaupun Siklon Senyar tidak sekuat siklon di Samudra Hindia, efeknya tetap signifikan terhadap curah hujan.
"Siklon ini meningkatkan suplai uap air dan memperluas cakupan hujan,” ujarnya.
Akibatnya, hujan yang turun tidak hanya deras, tetapi juga berlangsung lama dan mencakup wilayah yang luas. Inilah yang mengubah curah hujan tinggi menjadi bencana besar.
Baca Juga: Fakta Isu Kenaikan Gaji Pensiunan 2025, Masyarakat Diminta Jangan Terkecoh!
Kerusakan Lingkungan: Faktor yang Tak Bisa Diabaikan
Sementara itu, Dosen Teknik Geodesi dan Geomatika ITB, Heri Andreas, menegaskan bahwa kondisi lingkungan punya peran besar dalam memperparah dampak banjir.
"Banjir bukan hanya soal hujan. Ini soal bagaimana air diterima, diserap, dan dikelola oleh permukaan bumi,” tegas Heri.
Tutupan Vegetasi yang Hilang
Heri menjelaskan bahwa daerah berhutan memiliki kemampuan infiltrasi tinggi. Ketika area tersebut berubah menjadi permukiman, lahan terbuka, atau perkebunan intensif, kemampuan tanah untuk menyerap air hilang.
"Ketika kawasan penahan air alami hilang, air hujan langsung mengalir cepat ke sungai dan memicu banjir,” jelasnya.
Kondisi ini membuat limpasan permukaan meningkat drastis. Air yang seharusnya terserap justru bergerak tanpa penghalang menuju daerah rendah.
Peta Risiko yang Belum Optimal
Heri juga menyoroti bahwa peta bahaya banjir nasional belum sepenuhnya akurat karena keterbatasan data geospasial.
Padahal, perencanaan tata ruang berbasis risiko sangat penting untuk melindungi masyarakat di wilayah rawan bencana.
Baca Juga: Benarkah Gaji Pensiunan Naik 2025? Taspen Angkat Suara Begini