Hukum Bayi Tabung Menurut Syariat Islam, Haram atau Tidak? Begini Pandangan Islamnya

- Rabu, 12 Januari 2022 | 13:09 WIB
Dea Ananda jalani proses bayi tabung
Dea Ananda jalani proses bayi tabung

SEWAKTU.com -- Apa sih hukum bayi tabung menurut syariat Islam? Untuk hukum bayi tabung yang satu ini harus diketahui oleh umat terutama yang belum mendapatkan momongan. 

Banyak yang bertanya apakah hukum bayi tabung menurut syariat Islam? Untuk itu, Sewaktu.com akan merangkumnya dibawah artikel ini. 

Dilansir dari situ Rumaysho, Rabu 12 Januari 2022, Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal MSc menuturkan bahwa hukum bayi tabung menurut Islam di dalam rahim atau di luar rahim bisa dilihat sebagai berikut.

Baca Juga: Kenapa Vaksin Booster Hanya Setengah Dosis dan Merk Vaksin Berbeda dari Sebelumnya? Ini Penjelasan Menkes

Pertama: Jika metodenya adalah dengan mendatangkan pihak ketiga –selain suami istri– baik dengan memanfaatkan sperma, sel telur, atau rahimnya, atau pula dilakukan setelah berakhir ikatan pernikahan, maka metode ini dihukumi haram. Inilah pendapat kebanyakan ulama mu’ashirin (kontemporer) saat ini. 

Nadwah Al Injab fi Dhouil Islam, suatu musyawarah para ulama di Kuwait 11 Syakban 1403 H (23 Maret 1983) ketika membicarakan hukum bayi tabung memutuskan:

Terkait dengan judul "bayi tabung", hukumnya boleh secara syari jika dilakukan antara suami istri, saat masih memiliki ikatan suami istri, dan dipastikan dengan teliti bahwa tidak bercampur dengan nasab yang lain. 

Baca Juga: Tabrak Pembatas Jalan dan Tiang Reklame, Pengendara Motor di Kranji Bekasi Tewas di Tempat

Namun ada ulama yang bersikap hati-hati walau dijaga ketat seperti itu tetap tidak membolehkan agar tidak terjerumus pada sesuatu yang terlarang. Disepakati hukumnya haram jika ada pihak ketiga yang turut serta baik berperan dalam mendonor sperma, sel telur, janin atau rahimnya. Demikian keputusan dari musyawarah tersebut.

Kedua: Jika metodenya adalah dengan inseminasi buatan di luar rahim antara sperma dan sel telur suami istri yang sah namun fertilisasi (pembuahan) dilakukan di rahim wanita lain yang menjadi istri kedua dari si pemilik sperma, maka para ulama berselisih pendapat.

Yang lebih tepat dalam masalah ini, tetap diharamkan karena ada peran pihak ketiga dalam hal ini. 

Baca Juga: Mengenal Zodiak yang Miliki Sifat Paling Sembrono, Zodiak Gemini Sudah Pasti Termasuk!

Ketiga: Jika metodenya adalah dengan inseminasi setelah wafatnya suami, para ulama pun berselisih pendapat. Yang lebih tepat, tetap diharamkan karena dengan wafatnya suami, maka berakhir pula akad pernikahan.

Dan jika inseminasi tersebut dilakukan pada masa ‘iddah, itu suatu pelanggaran karena dalam masa ‘iddah masih dibuktikan rahim itu kosong. 

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Abdul Halim Trian Fikri

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Menyambut Ramadhan 2026: Sejarah, Ritual, dan Harapan

Selasa, 23 September 2025 | 18:03 WIB

1 Ramadhan 1447 H Kapan? Simak Perkiraan Puasa 2026

Selasa, 23 September 2025 | 17:44 WIB

Amalan dan Doa Rabu Wekasan 20 Agustus 2025

Selasa, 19 Agustus 2025 | 20:23 WIB
X