SEWAKTU.COM - Bahasa Jaksel. Bagi sebagian orang, keterampilan multibahasa yang memungkinkan orang beralih dari satu bahasa ke bahasa lain atau mencampur berbagai bahasa kerap dianggap lebih sebagai masalah daripada kelebihan.
Tidak mengherankan jika para penutur multibahasa sering dilabeli dengan istilah-istilah yang merendahkan seperti pengguna Bahasa Jaksel atau “bahasa gado-gado” untuk orang Indonesia yang ‘mencampuradukkan’ bahasa Indonesia dan bahasa Inggris dalam suatu percakapan.
Penggunaan bahasa campur-campur di Indonesia juga dikenal dengan istilah ‘bahasa gaul’ dan ‘Bahasa Jaksel (Jakarta Selatan)’. Berbagai penelitian telah mendokumentasikan penggunaan istilah-istilah serupa di negara lain.
Baca Juga: Bahasa Jaksel 2022, Amankah Untuk Perkembangan Anak?
Misal, ada istilah bahasa rujak di Malaysia, amulumala di Nigeria, dan tuti futi untuk komunitas penutur Panjabi di India. Ada juga istilah yang mungkin terdengar lebih netral seperti Singlish (Singapura), Japlish (Jepang), Franglais (Prancis/Kanada), Taglish (Filipina) dan Hinglish (India) sebagai label untuk mereka yang mencampuradukkan bahasa.
Beberapa orang berpendapat bahwa praktik multibahasa semacam itu mencerminkan ketidakmampuan seseorang untuk berpikir secara terstruktur dan sistematis.
Sistem pendidikan formal juga umumnya memandang praktik bahasa tersebut sebagai penghalang bagi keberhasilan akademik siswa karena diyakini memperlambat proses pembelajaran.
Baca Juga: Bahasa Jaksel, Bahasa Gaul Overrated Anak Tongkrongan Jaksel
Contoh percampuran bahasa yang sering kita jumpai, seperti which is, by the way, dan in the end. Kebiasaan dari bahasa 'anak Jaksel' selanjutnya adalah pembentukan akronim. Penggunaan akronim ini sering kita jumpai ketika kita saling berkomunikasi, terlebih bagi mereka yang sudah akrab atau saling mengenal.
Contohnya kata mantul (mantap betul), baper (bawa perasaan), mager (malas gerak), dan lain-lain. Terakhir adalah kata yang terucapkan lewat huruf yang terbalik. Dalam metatesis bahasa, yaitu perubahan letak huruf, bunyi, atau suku kata dalam kata.
Baca Juga: Bahasa Jaksel, Fenomena Sosial Greget yang Which is Diciptakan Anak Muda Overwhelm
Hal ini juga sering terjadi pada anak Jakarta Selatan. Contoh dari metatesis bahasa yang sering terjadi antara lain kuy (yuk), kane (enak), dan sabeb (bebas). Jadi, bahasa Jaksel merupakan sebuah tren yang terjadi dalam konteks ragam lisan secara nonformal.
Dari waktu ke waktu, anak muda selalu punya caranya sendiri untuk menciptakan bahasanya sendiri. Bahasa selalu berubah-ubah dan kata-kata baru selalu bertambah.
Baca Juga: Fenomena Bahasa Jaksel, Fenomena Ini Disebut Code Mixing Begini Penjelasannya
Artikel Terkait
Dampak Bahasa Jaksel, Berikut Beberapa Faktor Penyebab Bahasa Gado-Gado Ini
Bahasa Jaksel Viral, Sempat Viral di Media Sosial Twitter
Kebiasaan Bicara Bahasa Jaksel, Apa Dampaknya? Begini Menurut Dosen Universitas Negeri Yogyakarta
Fenomena Bahasa Jaksel, Apakah Perlu Dikhawatirkan?
Bahasa Jaksel, Bagaimana Cara Menggunakan Bahasa Jaksel dengan Benar?