Pengalaman subjektif
Apakah kalian pernah menghadiri sebuah pemakaman anggota keluarga? Bagaimana rasanya berada di tengah-tengah orang-orang yang tengah berkabung tersebut? Tentunya kalian akan terbawa oleh emosi sedih yang dirasakan seluruh hadirin, bukan?
Di uraian sebelumnya, sudah dijelaskan bahwa signifikansi suatu peristiwa akan mempengaruhi reaksi emosi. Peristiwa ini dinamakan pengalaman subjektif.
Secara biopsikologis, pengalaman subjektif ini bertindak sebagai stimulus yang memantik amygdala sehingga menghasilkan respon emosional terhadap stimulus tersebut. Dengan kata lain, pengalaman subjektif mengenai kematian anggota keluarga inilah yang menyebabkan kita merasakan kesedihan.
Meskipun demikian, intensitas pengalaman subjektif berperan besar terhadap kuat atau lemahnya emosi yang kita rasakan, sehingga wajar bila kita menghadiri pemakaman anggota keluarga akan terasa lebih menyedihkan daripada menghadiri pemakaman seorang tokoh masyarakat. Hal ini disebabkan karena pengaruh kematian anggota keluarga yang begitu dekat dengan kita adalah pengalaman subjektif yang lebih intens daripada tokoh masyarakat.
Respon fisiologis
Sejumlah emosi dalam psikologi dapat memicu respon fisiologis tertentu yang berfungsi sebagai ‘sinyal’ atau ‘peringatan’ bagi kita. Respon fisiologis ini adalah hasil dari reaksi sistem syaraf otonom terhadap emosi yang kita alami. Sistem syaraf otonom mengontrol respon tubuh kita yang tidak disengaja dan mengatur respon fight or flight terhadap pengalaman subjektif.
Respons fisiologis ini membantu kita berkembang dan bertahan hidup sebagai manusia sepanjang sejarah. Contohnya saat kita berusaha keras mengatasi cemas berbicara di depan umum maka kita sering merasakan sensasi fisik seperti perut yang mual.
Pendapat ini dikemukakan oleh Walter Cannon, bahwa aktivitas intens dari divisi simpatis dari sistem motorik viseral mempersiapkan hewan untuk sepenuhnya memanfaatkan sumber daya metabolik dan lainnya dalam situasi yang menantang atau mengancam.
Sebagai contoh, bayangkanlah kalian menjadi nenek moyang kita ketika sedang berburu. Saat sedang mengincar buruan, tiba-tiba kita melihat seekor harimau. Ketika kita merasa takut pada harimau tersebut, secara otomatis kita akan merasakan jantung kita berdebar-debar, keringat bercucuran, dan gemetar di sekujur tubuh. Itulah yang dinamakan respon fisiologis.
Selain itu, sejumlah penelitian menunjukkan bahwa respon fisiologis seseorang paling kuat ketika ekspresi wajah mereka paling mirip dengan ekspresi emosi yang mereka alami. Maka dari itu, selain pengalaman subjektif, ekspresi wajah juga berperan dalam respon emosi secara fisik.
Baca Juga: 10 Fakta Psikologi Orang Berbohong, Sekali Berbohong Pasti Akan Terus Berbohong
Respon perilaku
Aspek respon perilaku dari respon emosional adalah ekspresi emosi yang sebenarnya. Respon perilaku ini dapat berupa senyuman, seringai, tawa atau desahan, dan lain-lain, sesuai norma, adat istiadat, dan kepribadian masyarakat.
Untuk menjelaskan poin ini, kita akan kembali pada respon kita mengenai harimau tadi. Kira-kira, apa yang akan kita lakukan selanjutnya? Apakah kita akan diam saja, atau justru lari? Nah, saat kita ketakutan pada harimau itulah otak juga memberikan sinyal kepada otot untuk merespon keadaan ini dengan lari sekencang-kencangnya.
Artikel Terkait
Fakta Psikologi Tentang Manusia, Kondisi Mental Individu Tergantung Lingkungan Eksternalnya
Fakta Psikologi Tentang Jodoh, Penasaran Siapa yang Akan Jadi Jodoh Kalian?
Fakta Psikologi Susah Move On, Begini Menirit Penelitian Binghamton University New York
Fakta Psikologi Mencintai Orang Dalam Diam, Cinta Sulit Diungkapkan Dengan Kata
8 Fakta Psikologi Orang Pendiam, Diam dan Tak Banyak Bicara Bukan Berarti Introvert Lho