Sementara Hassan Rahaya, diceritakan kembali oleh anaknya, Ferdy Hasan, ketika cahaya kilat memasuki ruang kelas, seketika bangunan ambruk menimpa orang di dalam gedung.
Hassan pingsan dan tidak sadar berapa saat. Saat sadar dia hanya melihat semuanya seperti malam. Dosen mereka meninggal saat itu juga karena tertimpa reruntuhan gedung.
Baca Juga: Negara Mana yang Menjatuhkan Bom Hiroshima? Simak Penjelasan Detailnya Disini
Selain Arifin dan Hassan dari Indonesia, dua korban bom teman-teman sekelas yang survive ialah Mohammad Razak dari Malaysia, Pangeran Yusuf dari Brunei Darussalam.
Ada satu lagi rekan Arifin dan Hassan dari Indonesia, bernama Sagala, selamat dari bom mematikan ini. Namun kisahnya tidak banyak diketahui.
Kondisi udara di luar itu digambarkan oleh Hassan seperti terbakar. "Sapi seperti dipecut berdarah-darah, begitu pun dengan orang-orang yang ada di luar. Mereka lah orang yang terpapar radiasi secara langsung," tutur Ferdy, menceritakan ulang kisah ayahnya.
Hasan dan Arifin tergerak menolong para korban di dalam kampus. Setelah itu Hasan mencari teman-teman dan ibu asrama mahasiswa. Di sana hanya terlihat reruntuhan bangunan, namun dia tak patah semangat.
Hanya ada satu orang yang ditemukan dan berhasil diselamatkan. Selain itu ada satu wanita muda, ternyata bukan ibu asrama, berhasil diselamatkan. Wanita muda ini kelak selalu mengirimkan ucapan terimakasih melalui kartu pos kepada Hassan dan kawan-kawannya setiap tahun karena telah menyelamatkan nyawanya, kata Ferdy.
"Udara panas dan api di mana-mana. Panasnya, digambarkan ayah saya panas luar biasa, kurang lebih 75-80 derajat. Kondisi ini berlangsung satu setengah hari atau sekitar 48 jam," kata Ferdy, yang dikenal sebagai presenter kondang di Indonesia.
Baca Juga: Mengapa Hiroshima dan Nagasaki Menjadi Target Bom Atom AS?
Hassan mengajak kawannya dan mereka yang berhasil selamat untuk menceburkan diri ke dalam sungai dan benamkan kepala. Berlindung di danau yang terletak sekitar 150 meter dari asrama. Bambu yang tersedia di dekat danau dipakai untuk bernafas, seperti snorkling, untuk berendam di dalam danau.
Mereka berendam kurang lebih delapan jam di dalam danau mereka naik ke daratan dan membantu para korban. Mereka tinggal sementara di tenda pengungsian, karena asrama tempat mereka tinggal roboh.
Selain kepanasan, mereka juga kehausan. Berapa banyak air minum yang diteguk, rasa haus tidak terpuaskan, tutur Arifin. Arifin menyebut Senin itu hari terpanjang dalam hidupnya. Tidak terhitung berapa banyak orang dia dan tiga temannya selamatkan dari reruntuhan dan dibawa ke sungai terdekat.
Bantuan pertama baru tiba menjelang pagi hari berikutnya. Mereka mendapatkan roti dan diberitahu agar tak minum air sungai. Namun mereka belum selamat sepenuhnya. Masih ada 10 hari hingga penyelamat datang.
Dalam 10 hari itu mereka berkemah di halaman kampus. Memasak apa yang ada, karena jatah makanan dari pemerintah kota terbatas. Mahasiswa yang luka dirawat sebisanya karena rumah sakit penuh. Baru di hari ke sepuluh wakil pemerintah Jepang datang dan membawa mereka ke Tokyo.