SEWAKTU.COM – Istilah Hukum Islam ternyata tidak ditemukan secara eksplisit dalam Al-Qur'an maupun literatur klasik Islam. Sebaliknya, istilah yang sering muncul adalah syari'ah, fiqh, serta hukum Allah.
Sementara itu, penggunaan istilah “Hukum Islam” merupakan adaptasi dari istilah hukum Islam dalam tradisi keilmuan Barat yang kemudian menjadi populer di dunia Islam.
Baca Juga: Mengenal Epistemologi Politik Hukum
Sebagaimana yang dikutip dari buku PENGANTAR HUKUM ISLAM: Dari Semenanjung Arabia hingga Indonesia, karya Dr. Rohidin. Secara etimologis, kata “hukum” berasal dari bahasa Arab Hakama–Yahkumu, yang kemudian membentuk kata Hukman. Bentuk tunggalnya adalah Al-hukmu, dan bentuk jamaknya adalah Al-ahkam.
Dari akar kata yang sama juga lahir kata Al-hikmah yang berarti kebijaksanaan. Pemahaman ini memberikan makna bahwa seseorang yang memahami hukum adalah mereka yang memiliki kebijaksanaan dalam kedamaian.
Selain itu, dalam makna turunannya, hukum juga diartikan sebagai kendali atau kekangan, seperti dalam mengekang kuda. Hal ini menandakan fungsi hukum sebagai pengontrol perilaku manusia agar tidak melanggar aturan agama.
Fungsi preventif dari hukum juga ditegaskan, yakni sebagai upaya mencegah ketidakadilan, kedzaliman, dan kerusakan sosial (mafsadat).
Baca Juga: Ontologi Politik Hukum: Menelaah Objek Kajian Pengetahuan sebagai Ilmu yang Otonom
Menurut Al-Fayumi sebagaimana dikutip dalam buku Hukum Islam karya Zainuddin Ali, hukum juga dimaknai sebagai bentuk keputusan, penetapan, serta penyelesaian terhadap suatu permasalahan.
Sementara itu, istilah “Islam” secara terminologis berarti penyerahan dan penyerahan diri seorang hamba kepada Tuhannya.
Dalam hubungannya dengan Tuhan, manusia diharapkan rendah hati, menyadari keterbatasan diri, serta mengakui keagungan dan kekuasaan Allah SWT.
Baca Juga: Aksiologi Politik Hukum: Menakar Manfaat Praktis Ilmu untuk Pembaruan Hukum Nasional
Kemampuan manusia bersifat terbatas. Manusia hanya mampu menganalisis dan memodifikasi bahan-bahan yang sudah tersedia di alam. Berbeda dengan Allah SWT yang memiliki kuasa menciptakan sesuatu dari ketiadaan.
Dengan demikian, hukum Islam tidak hanya dipahami sebagai kumpulan aturan, tetapi juga mencerminkan dimensi ketuhanan, spiritualitas, dan kesadaran etis manusia dalam menjalani kehidupan.***