Banyak aktivitas manusia yang tidak dilandasi dengan nilai-nilai keagamaan. Salah satunya saat memproduksi sampah yang berasal dari aktivitas keseharian. Sampah yang diproduksi justru hanya dibuang begitu saja, tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap lingkungan. Dari sini tentu tanggung jawab manusia diperiksa yang juga merupakan aktor utama penjaga lingkungan.
Ekoteologi bukan sekedar kesepakatan narasi formal. Lebih dari itu, konsep tersebut mengajarkan manusia untuk selalu bersahabat dengan alam yang dilandasi dengan nilai-nilai keagamaan. Hubungan yang harmonis, menjadikan alam tidak dipandang bersifat antroposen. Di mana hanya diposisikan sebagai alat pemuas hasrat untuk memenuhi kepentingan manusia.
Satu frekuensi dengan pemahaman tersebut, Thomas Berry dalam bukunya Kosmologi Kristen menjelaskan, bahwa kerusakan alam bermula dari tidak hadirnya nilai spiritual dan ekologi dalam hubungan manusia dengan alam. Padahal alam merupakan wujud dari keberadaan Tuhan (Berry, 2013). Kerusakan lingkungan dipengaruhi oleh aktivitas manusia yang tidak ramah dan cenderung apatis.
Lebih lanjut, bukti aktivitas manusia tidak ramah lingkungan, bisa dilihat dari cara memandang sampah. Manusia masih terjebak dalam rutinitas hidup yang tidak peduli, bahwa membuang sampah pada tempatnya begitu penting.
Alih-alih memang hal itu menyatakan perintah, justru dengan perilaku tersebut, sampah jadi diperlakukan tidak sembarangan asal buang. Seiring berjalannya waktu, maka rasa kepedulian untuk tidak memandang sepele pada sampah dan mengotori lingkungan akan tumbuh dengan sendirinya.
Namun, menyikapi kelestarian lingkungan yang berdasar pada nilai spiritual pastinya tidak berkutat pada satu agama saja. Hadirnya ekoteologi merupakan solusi untuk menyelesaikan masalah lingkungan lintas agama. Oleh karena itu, Menteri Agama RI, Nasaruddin Umar menawarkan ekoteologi sebagai sudut pandang baru dalam moderasi beragama.
setara yang tertua dalam KMA Nomor 244 tahun 2025 tentang Program Prioritas Menteri Agama Tahun 2025-2029. Sebuah langkah konkret dan tegas tentang kehadiran agama, bisa dirasakan oleh setiap umat beragama dalam ikut serta menjaga lingkungan. Bahwa agama tidak melulu mengurusi persoalan ibadah, melainkan perhatiannya pada lingkungan yang sangat masif. Dengan demikian, ekoteologi dapat dijadikan dasar ibadah ramah lingkungan.
Baca Juga: Memahami Rukun Akad dalam Muamalah: Pilar Sahnya Transaksi di Hukum Islam
Zero Waste Lifestyle : Wujud Ekoteologi dalam Gaya Hidup ASN
Setiap manusia menjadikan masing-masing sebagai khalifah di bumi, dengan tetap membawa pesan moral menjaga alam. Begitupun dengan ASN yang aktivitasnya, baik di rumah maupun di lingkungan kerja mempunyai gaya hidup yang berbeda-beda. Tentu dengan gaya hidup ini akan mempengaruhi perilaku ASN di setiap harinya, termasuk dalam mengurangi produksi sampah.
Rutinitas kerja ASN yang hampir tidak berhenti mengeluarkan lembaran kertas, telah membantu produksi sampah pada lingkungan. tuntutan laporan kerja yang harus di print out ( cetak), menjadikan tempat kerja selalu terdapat tumpukan sampah kertas.
Tidak hanya itu, ASN dengan gaya hidup lebih memilih membeli makanan fast food, maka membungkus makanannya secara tidak langsung akan menambah sampah di kantor. Adapun upaya yang dapat dilakukan oleh ASN salah satunya dengan menerapkan konsep Zero Waste Lifestyle. Sebuah gaya hidup yang bertujuan untuk meminimalkan produksi sampah hingga mendekati nol secara berkelanjutan.
Fokus yang dituju dalam Zero Waste tidak hanya berhenti pada pengurangan sampah, tetapi juga menghancurkan manusia untuk mengubah pola pikir dan perilakunya dalam berinteraksi dengan lingkungan (Hapsari et al., 2024).
Pentingnya menerapkan gaya hidup Zero Waste karena dengan mengurangi produksi sampah, maka lingkungan semakin terjaga dan menciptakan kualitas hidup lebih sehat. Gaya hidup Zero Waste menekankan agar manusia sadar, bahwa sampah yang terus menerus diproduksi akan mengotori alam, sehingga menyebabkan kecewa penciptanya. Zero Waste memiliki keterkaitan dengan prinsip menjaga lingkungan.
Lebih luas lagi, praktik gaya hidup Zero Waste merupakan wujud dari adanya konsep ekoteologi. Di mana keberadaan manusia dalam akuarium dengan alam agar selalu baik, karena hal tersebut sudah amanat dari Tuhan.